Ulama Besar Dan Tokoh Betawi Yang Sangat Dihormati
Orang Betawi, terutama tetangganya di kampung balimatraman, tempat ia di lahirkan memanggilnya Dulloh. Ayahnya bernama H. Syafi’ie bin H. Sairan. Abdullah dilahirkan pada 16 sya’ban 1329H atau 10 Agustus 1910 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara. Ibunya Nona binti Asy’ari, dan kedua adik perempuannya Siti Rogayah dan Siti Aminah.
Ia banyak berguru kepada ulama-ulama betawi, namun yang paling berpengaruh terhadap kepribadiannya adalah Guru Ahmad Marzuki (dari cipinang), kemudian Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (kwitang), Al-Habib Ali bin Husein Al-Athhos (Habib Ali bungur), dan Al-Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (Bogor).
Al-Habib Ali Al-Habsyi kwitang memberikannya amanat untuk berdakwah diseputaran tanah betawi, bahkan konon Al-Habib Ali Al-Habsyi sendirilah yang meresmikan pengajian Assyafi’iyah untuk pertamakalinya di masjid Al-Barkah. Kepada Habib Ali Al-Habsyi ia belajar ilmu dakwah dan khutbah, kepada Habib Alwi Al-Haddad ia belajar Nahwu Shorof, kepada Habib Ali bungur ia belajar tasawuf, dan ia belajar al-qur’an kepada Guru Marzuki. Pada tahun 1927 ketiak usianya 17 tahun ia mulai mengamalkan ilmunya dengan membuka pengajian kecil-kecilan di rumahnya. Usia yang masih sangat belia dimana remaja seusianya mungkin masih suka berfoya-foya dan bersuka-suka tetapi ia sudah sibuk dengan dakwah, ia mengubah kandang sapi bapaknya, sapi dijual, kemudian kandangnya dibersihkan dan dijadikan musholla. Disini ia mengajar untuk praktek sholat dengan membagikan kain sarung kepada murid-muridnya. Pengajian Musholla itu berkembang dan akhirnya menjadi Madrasah yang ia namai Al-Islamiyah, inilah cikal bakal Assyafi’iyah yang sekarang.
Pada tahun 1933 dalam usia 23 tahun ia mulai merintis pendirian masjid jami’ Al-Barkah, tahun 1940an ia mulai merintis pembangunan madrasah ibtidaiyyah, tahun 1957 membangun Aula Asy-syafi’iyah untuk madrasah lilmuballighin wal muallimin. Pada tahun 1965, ia mendirikan Akademi Pendidikan Islam Asy-syafi’iyyah yang merupakan cikal bakal Universitas Islam Asy-syafi’iyyah. Tahun 1974 membangun pesantren putra-putri, dan khusus untuk anak yatim pada tahun 1978.
Tahun 1967 ia sudah mendirika radio asy-syafi’iyyah untuk kepentingan dakwah dengan semboyan “jauh dimata dekat di telinga”. Ketika MUI dibentuk ia terpilih sebagai salah satu ketua, dan menjadi ketua umum untuk MUI DKI selama dua periode.
Selasa 3 september 1985 atau 18 Dzulhijjah 1405 KH. Abdullah Syafi’ie wafat berpulang ke rahmatullah dalam usia 75 tahun. Jasadnya dimakamkan di pondok pesantren putra Asy-syafi’iyyah di jatiwaringin. Sepanjang jalan Balimatraman sampai Jatiwaringin berubah menjadi lautan manusia yang ingin bertakziah sebagai penghormatan kepada ulama besar kebanggan kaum betawi itu. Ia meninggalkan ribuan murid, 33 lembaga pendidikan Islam, 19 lembaga dakwah, dan 11 lembaga sosial yang tersebar di balimatraman, jatiwaringin, cilangkap, bukit duri, payangan, dan kelapa dua. Santrinya mecapai 7.000-an orang 1.200-an orang diantaranya adalah santri mondok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar